Roma 11:34
Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang
pernah menjadi penasihat-Nya?
Jawaban singkat atas pertanyaan Rasul Paulus di atas adalah:
TIDAK ADA!
Mungkin kita pernah mendengar kisah ini...
Di tengah-tengah kelelahannya, setelah makan siang, seorang
petani beristirahat di bawah pohon rambutan miliknya. Tidak jauh dari situ dia
juga menanam semangka. Pohon rambutan dan semangkanya bertepatan sedang
berbuah.
Sambil menatap buah rambutan dan semangka, dalam pikirannya,
petani itu berkata, “Tuhan nampaknya
kurang bijaksana dan tidak berhikmat dalam penciptaan-Nya. Mengapa kok pohon
rambutan besar begini buahnya kecil-kecil, sementara pohon semangka yang tumbuh
merayap buahnya besar-besar? Ini tentunya tidak cocok... terbalik!”
Dengan senyum kecut, petani itu melanjutkan berkata dalam
pikirannya, “Seandainya aku Tuhan, akan
kubalikkan! Akan kubuat pohon rambutan ini buahnya sebesar buah semangka,
dan pohon semangka itu buahnya kecil saja, cukup sebesar buah rambutan”_
Tak lama kemudian petani itupun tertidur. Tiba-tiba dia
terbangun dikejutkan dengan jatuhnya buah rambutan ke kepalanya. Dia sadar akan
pikirannya tadi yang menyalahkan dan menuduh Tuhan tidak bijaksana.
Petani itupun langsung berdoa dengan berkata, “Ya Tuhan, aku minta ampun. Aku bersyukur
karena ternyata Engkau adalah Tuhan Yang Maha Bijaksana dengan membuat buah
rambutan agak kecil. Coba tadi seandainya Engkau seperti pikiranku membuat buah
rambutan sebesar buah semangka, tentu aku jadi repot. Kepalaku bisa sakit dan
berbahaya dijatuhi benda sebesar buah semangka itu... ohhh, ampun Tuhan !...
ohhh, terimakasih Tuhan!”
Kita sering seperti petani itu yang menganggap Tuhan kurang
bijaksana. Kita memaksakan Tuhan harus seperti apa yang kita pikirkan. Kita
batasi Tuhan dalam pola pikiran yang sempit dan terbatas. Kita cenderung
memaknai kebesaran Tuhan dengan cara pandang kita yang salah. Kita sering
mengecilkan artinya Tuhan dalam hati dan pikiran kita. Akibatnya kita tidak
lagi menghormati Dia sepenuhnya
Lebih jauh adalah kita menjadi pribadi yang skeptis dengan
cara tidak mempercayai dan tidak mengandalkan Dia sebagai Tuhan. Kita terjebak
dalam kemampuan sendiri. Kita mengandalkan dan bergantung kepada kekuatan
manusia semata. Kita merasa diri besar dan merasa kuat hidup tanpa Tuhan. Kita
merasa bijaksana. Tidak bergantung kepada Dia.
Inilah awal kekalahan
kita, yakni ketika kita tidak lagi mengakui Tuhan sebagai Allah yang berdaulat.
Siapakah kita ?
Dunia ini terlalu besar untuk dihadapi bila tidak bersama
Tuhan Yesus. Kita tidak tahu apa yang terjadi besok. Kita hanya tahu sedikit
saja dari apa yang telah lewat, dan hanya mampu mereka-reka dan menduga-duga
apa yang bakal terjadi sekejap lagi... itupun sering meleset juga.
Rahasia kemenangan menghadapi dunia yang makin kompleks dan
penuh tantangan ini adalah: kita butuh
Tuhan... taatlah kepadaNya!
Mazmur 119:114
Engkaulah persembunyianku dan perisaiku; aku berharap kepada firman-Mu
Selamat belajar.
Selamat bekerja.Selamat beraktifitas.
Selamat melayani.
Tuhan Yesus beserta kita senantiasa. Amin.
Salam dan doa,Alamta Singarimbun-Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar